Selasa, 31 Juli 2012

Ini Kisah Pelaku Petrus Orde Baru



TEMPO.CO , Jakarta:  Kasus-kasus penembakan misterius (petrus) pada 1982-1985 silam kini jadi bahan pembicaraan lagi. Pekan lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan ada pelanggaran HAM berat dalam pembunuhan sistematis atas para preman dan orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan. 
»Temuan ini sudah kami serahkan ke Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti,” kata Ketua Tim Adhoc Penyelidik Pelanggaran HAM dalam kasus Petrus, Stanley Adi Prasetyo.
Penyelidikan Komnas HAM menemukan bahwa ada indikasi kuat pemerintah Orde Baru sengaja merestui sebuah program pembunuhan massal untuk mengatasi gangguan keamanan kala itu. 
Benarkah? Tempo menemukan seorang pria yang disebut-sebut sebagai pelaku pertama operasi petrus di Jawa Tengah.
Namanya M. Hasbi, bekas Komandan Kodim 0734 Yogyakarta.  Setelah menjabat komandan militer, dia sempat menjadi Bupati Boyolali sampai 1994. Dia juga sempat menjadi anggota DPRD Jawa Tengah dari Partai Golkar. Kini Hasbi adalah Ketua Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan POLRI (Pepabri) Jawa Tengah. Berikut ini petikan wawancaranya:
Apa latar belakang operasi Petrus pada 1980-an?
Kondisi keamanan masyarakat ketika itu sangat terganggu oleh keberadaan para gali. Anda tahu apa itu gali? Gabungan anak liar. Mereka sangat menganggu dan meresahkan masyarakat sehingga harus diberantas. Operasi  Petrus itu mulai November 1982, saat saya bertugas di Yogyakarta sebagai Dandim.
Apa buktinya preman kala itu mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat?
Indikasinya sangat jelas, setiap malam hari para mahasiswa di Yogyakarta sudah tak berani keluar karena takut pada gali. Operasi petrus adalah shock therapy supaya tidak ada tindak kejahatan lagi.
Bagaimana  awal mulanya Operasi Petrus dijalankan?
Saat kondisi keamanan terganggu, saya melapor ke Pangdam Diponegoro, Pak Ismail. Dia bilang, »Ya sudah diberantas saja.” Saya lalu bilang, »Siap laksanakan.” Saya segera berkoordinasi dengan polisi.
Untuk apa?
Kami membuat daftar nama preman. Sumber datanya berasal dari laporan masyarakat yang kemudian disaring di Badan Koordinasi Intelijen. Badan Koordinasi Intelijen ini berisi intel Kodim, intel polisi serta intel kejaksaan.
Berapa jumlah preman yang masuk dalam daftar Anda?
Saya lupa. Sudah lama kok.
Setelah didaftar lalu bagaimana?
Setelah itu,  semua preman yang masuk daftar diumumkan dan dipanggil. Para preman diminta lapor untuk diberi Kartu Tanda Lapor (KTL). Semua preman yang sudah bisa menunjukan KTL  akan aman.
Yang tidak bisa menunjukkan KTL?
Ya sesuai standar, ada operasi.  Jika premannya malah lari maka diberi tembakan peringatan tiga kali. Jika tetap lari, akan ditembak kakinya. Tapi, kadang-kadang ya, tembakan itu malah  kena kepala atau tubuh, karena medannya naik turun atau dia malah merunduk. Itu semua di luar dugaan.
Berapa preman yang tewas dalam operasi ini?
Saya tidak ingat. Sudah lama sekali.
Apakah menurut Anda, penembakan misterius ini melanggar aturan?
Saya kira tidak melanggar. Buktinya, saat itu tak ada reaksi penolakan masyarakat. Gali-gali itu sudah sangat meresahkan masyarakat. 
Apakah sekarang Anda menyesal karena berperan menghilangkan nyawa  banyak orang?
Waktu itu, ada perintah dari atasan.
Apa kira-kira Pangdam Diponegoro juga mendapat perintah dari atasannya?
Saya tidak tahu, tapi saat itu yang jelas ada operasi Petrus di hampir seluruh wilayah Indonesia. (*)

Minggu, 29 Juli 2012

Meeting of the Indian tribes in Brazil


An indigenous child swims in the Sao Miguel River during the "Meeting of Traditional Cultures of Chapada dos Veadeiros" in a multiethnic village in Goias July 25, 2012. The annual event, currently in its 12th edition, celebrates Brazilian popular culture and the intersection between the various manifestations of traditional culture around the Midwest and across the country. It lasts from July 20-28.



A man exercises beside indigenous children during the "Meeting of Traditional Cultures of Chapada dos Veadeiros" in a multiethnic village in Goias July 25, 2012. The annual event, currently in its 12th edition, celebrates Brazilian popular culture and the intersection between the various manifestations of traditional culture around the Midwest and across the country. It lasts from July 20-28. REUTERS/Ueslei Marcelino



An indigenous woman of the Kaiapo tribe paints a woman during the "Meeting of Traditional Cultures of Chapada dos Veadeiros" in a multiethnic village in Goias July 25, 2012. The annual event, currently in its 12th edition, celebrates Brazilian popular culture and the intersection between the various manifestations of traditional culture around the Midwest and across the country. It lasts from July 20-28. REUTERS/Ueslei Marcelino



A Kayapo Indian takes a dip in the Sao Miguel River during the "Meeting of Traditional Cultures of Chapada dos Veadeiros" in a multiethnic village in Goias July 25, 2012. The annual event, currently in its 12th edition, celebrates Brazilian popular culture and the intersection between the various manifestations of traditional culture around the Midwest and across the country. It lasts from July 20-28. REUTERS/Ueslei Marcelino



Women, with their faces painted, talk to each other during the "Meeting of Traditional Cultures of Chapada dos Veadeiros" in a multiethnic village in Goias July 25, 2012. The annual event, currently in its 12th edition, celebrates Brazilian popular culture and the intersection between the various manifestations of traditional culture around the Midwest and across the country. It lasts from July 20-28. REUTERS/Ueslei Marcelino



Indigenous men of the Xavante tribe dance during the "Meeting of Traditional Cultures of Chapada dos Veadeiros" in a multiethnic village in Goias July 25, 2012. The annual event, currently in its 12th edition, celebrates Brazilian popular culture and the intersection between the various manifestations of traditional culture around the Midwest and across the country. It lasts from July 20-28. REUTERS/Ueslei Marcelino



A woman dances beside an indigenous man from the Fulni tribe during the "Meeting of Traditional Cultures of Chapada dos Veadeiros" in a multiethnic village in Goias July 25, 2012. The annual event, currently in its 12th edition, celebrates Brazilian popular culture and the intersection between the various manifestations of traditional culture around the Midwest and across the country. It lasts from July 20-28. REUTERS/Ueslei Marcelino



Indigenous Indians of the Xavante tribe prepare to dance during the "Meeting of Traditional Cultures of Chapada dos Veadeiros" in a multiethnic village in Goias July 25, 2012. The annual event, currently in its 12th edition, celebrates Brazilian popular culture and the intersection between the various manifestations of traditional culture around the Midwest and across the country. It lasts from July 20-28. REUTERS/Ueslei Marcelino


Kamis, 26 Juli 2012

Benarkah Tahun ini Tahun Sial?


Barangkali tak banyak yang menyadari, ada tiga kali tanggal 13 yang jatuh pada hari Jumat di tahun ini. Yang lebih langka lagi, jarak antara tiga kali Jumat tanggal 13 itu -- 13 Januari, 13 April dan 13 Juli -- adalah 13 minggu. Kejadian langka terakhir seperti ini sudah lama sekali terjadi, yakni pada 1984.


Bagi mereka yang percaya takhayul dengan kekeramatan angka 13 dan hari Jumat tanggal 13, terang tahun ini dan 28 tahun lalu merupakan tahun yang istimewa. Walaupun tak jelas benar, apa yang telah terjadi pada Jumat bulan ini, 13 Juli. Apakah benar ada kejadian buruk yang menimpa Anda sepekan yang lalu?

Entah sejak kapan angka 13 dan tanggal 13 yang jatuh pada hari Jumat dianggap identik dengan kesialan. “Tak pernah ada data, dan tak akan pernah ada, yang bisa membuktikan bahwa 13 merupakan angka sial,” ujar Igor Radun, peneliti di Institute of Behavioural Sciences, University of Helsinki, pekan lalu, seperti dikutip LiveScience. “Tak ada satupun alasan untuk meyakini sebuah angka itu melambangkan keberuntungan atau kesialan.”

Faktanya, ada beberapa kejadian dalam sejarah yang kebetulan berhubungan dengan angka 13. Yesus dikhianati oleh orang ke-13 yang hadir dalam Perjamuan Terakhir. 

Kebetulan pula, Yesus disalib sehari setelah perjamuan itu yang jatuh pada hari Jumat. Fakta sejarah lain, pada 13 Agustus 1307, Raja Prancis Phillip IV memerintahkan tentaranya menyergap ribuan anggota Knight Templar yang sudah bertarung gagah berani dalam Perang Salib. Ratusan anggota Knight Templar disiksa hingga mati.

Mungkin karena percaya dengan kesialan angka 13, Napoleon dan Presiden AS Franklin D. Roosevelt, tak pernah mau melakukan perjalanan pada tanggal 13 dan tak pernah menyelenggarakan perjamuan dengan jumlah tamu 13 orang. 

Takhayul kesialan angka 13 dan Jumat tanggal 13 yang keramat itu bertahan hingga hari ini. Banyak sekali gedung tinggi yang melewatkan lantai 13 dalam daftar lantainya. 

Walaupun urusan takhayul ini tampaknya sepele, tapi jangan anggap remeh konsekuensinya. Menurut perhitungan Stress Management Centre & Phobia Institute, setiap tahun menguap uang US$ 900 juta akibat urusan takhayul ini. Duit itu hilang akibat banyak orang menghindari perjalanan atau urusan bisnis pada tanggal 13.

Namanya juga takhayul, sekali dipercayai sebagai kesialan, kata Richard Wiseman, psikolog dari Hertfordshire di Inggris, maka  itu bisa menjadi ‘keyakinan’. “Kesialan itu bisa menimpa orang yang mempercayai takhayul itu,” katanya, seperti dikutip NationalGeographic.

Kendati demikian, Wiseman mengakui bahwa orang yang mempercayai tkhayul di dunia ini makin lama makin banyak. “Mereka mempercayai bahwa keberuntungan maupun kesialan itu datang dari kekuatan magis. Ini akan menghancurkan kehidupan mereka,” katanya.

Korban `Petrus` 1982-1985 Capai 10 Ribu Orang


TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Yosep Adi Prasetyo mengatakan jumlah korban dari peristiwa penembakan misterius tahun 1982 sampai 1985 mencapai 10 ribu orang. 

Data tersebut ia kutip dari penelitian David Bourchier yang berjudul "Crime, Law, and State Authority in Indonesia" pada 1990, yang diterjemahkan oleh Arief Budiman. Sedangkan dari pengaduan yang diterima oleh Komnas HAM, jumlah korban mencapai 2.000 orang lebih.
"Jumlah tersebut termasuk orang yang ditemukan meninggal atau hilang. Tidak termasuk yang bisa melarikan diri," kata Yosep, Selasa, 24 Juli 2012.
Menurut penelitian David Bourchier, pelaku pembunuhan bertindak dalam konteks melaksanakan perintah jabatan di bawah koordinasi Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) Republik Indonesia, yang juga berada di bawah komando Presiden Republik Indonesia. Selain pelaku yang memiliki kewenangan, ditemukan pula bukti adanya pelaku individu yang bertindak secara aktif dan disebut sebagai "operator".
Bukti tersebut diperkuat dengan bukti-bukti yang ada di lapangan, misalnya pada tali tambang dan kayu yang digunakan untuk mencekik korban. Menurut Yosep, alat untuk eksekusi tampak sudah dipersiapkan sebelumnya. Kayu pegangan dipotong dengan halus, bahkan diserut. Sedangkan jenis ikatan clove-hitch pada talinya menunjukkan bahwa pelaku adalah orang yang terlatih dan mengerti tali-temali.
"Pola pencekikan dengan tali muncul setelah Menteri Luar Negeri Belanda Van Den Broek menanyakan mengapa banyak orang yang ditemukan meninggal dengan luka tembakan," ujar Yosep. Setelah dibombardir protes, teknik pembunuhan pun berubah dari penembakan menjadi pencekikan dan berbagai cara penghilangan orang.
Peristiwa Petrus juga ditandai dengan berbagai pola yang ditemukan pada tubuh mayat. Misalnya Mister X, julukan untuk orang yang ditemukan tanpa identitas, dalam keadaan tidak bernyawa dengan kedua tangan terikat di belakang. Mayat ditemukan dengan tiga luka tembakan di kepala atau mati karena tercekik.
"Selain itu, biasanya di atas tubuh mayat diletakkan uang Rp 10 ribu untuk biaya penguburan mayat," kata dia.
Selain korban yang ditetapkan sebagai penjahat, korban petrus sering kali juga berasal dari korban salah tangkap. Misalnya petani dan pegawai negeri sipil karena bernama sama.
Kejadian petrus sempat menggegerkan dunia karena tidak terjadi di satu lokasi saja, tapi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Seperti Jakarta, Yogyakarta, Bantul, Semarang, Medan, Palembang, Magelang, Solo, Cilacap, Malang, dan Mojokerto.
"Tak tertutup kemungkinan juga ada di lokasi lain, seperti di Bandung, Makassar, Pontianak, Banyuwangi, dan Bali," ujar Yosep.

Minggu, 22 Juli 2012

Agar tak berkelahi, komandan Taliban tembak mati perempuan


Dua komandan kelompok radikal Taliban di menembak mati seorang perempuan di desa Qimchok, Provinsi Parwan, Afghanistan. Keduanya memperebutkan wanita itu dan sempat bersitegang. Supaya berdamai, akhirnya mereka menuding si perempuan berzina dan selingkuh lantas mengeksekusi dia di depan umum. 


Video rekaman tindakan keji itu diunggah Kantor Berita Reuters, seperti dikutip Aljazeera, Minggu (8/7). Sekitar ratusan warga ikut menonton detik-detik akhir wanita ini ditembak mati, namun tidak berani berbuat apa-apa, karena dua komandan Taliban itu bersenjata lengkap. Sebelum menembak mati perempuan yang tidak disebut namanya itu, salah satu pelaku berteriak, 'hukuman ini harus diberikan pada pendosa'.

Kejadian biadab ini terjadi di daerah yang hanya berjarak satu jam perjalanan dari Ibu Kota Kabul. Penembakan itu menambah panjang daftar kekerasan terhadap perempuan Afghanistan. Komisi Hak Asasi Independen Afghanistan mencatat selama Maret-April lalu saja ada 16 pembunuhan perempuan dengan motif menjaga kehormatan.

Gubernur Provinsi Parwan, Basir Salangi, menyatakan insiden itu terjadi awal pekan lalu. Berdasarkan informasi yang didapatkannya, dua komandan Taliban itu memperkosa si perempuan, lalu berebut ingin memperistri dia. "Lantaran tidak ketemu kata sepakat, mereka bertindak barbar dan membunuh perempuan itu agar berdamai," ujar dia.

Dia menilai tindakan Taliban sangat kejam. "Kejadian itu sudah terjadi sejak Senin kemarin. Saat melihat rekaman itu, saya menutup mata. Taliban telah kelewatan," kata Salangi.

Pegiat perempuan makin berang pada kepemimpinan Presiden Hamid Karzai yang beberapa tahun terakhir seakan membiarkan teror Taliban meluas. Anggota parlemen perempuan Fauzia Koofi menilai pemerintah Afghanistan sengaja lepas tangan. "Setelah 10 tahun bebas dari rezim Taliban, kejadian biadab seperti di rekaman itu terjadi hanya beberapa kilometer dari Kabul. Insiden ini sungguh kemunduran buat kita," kata Koofi.

Karzai dituding para pegiat bakal menyerahkan tampuk kepemimpinan kembali pada pentolan Taliban setelah dia lengser pada 2014. Kawasan utara negara itu bahkan sudah dikuasai kelompok radikal ini.

Ketika menguasai Afghanistan di awal 1990-an, Taliban dikenal membatasi perempuan. Kaum hawa tidak boleh sekolah, bekerja, bahkan sekadar keluar rumah. Setelah rezim mereka runtuh pascainvasi Amerika Serikat pada 2001, wanita mulai mendapat kebebasan. Namun kelompok radikal seperti Taliban, Jundullah, dan Mahazullah kerap meneror pegiat wanita.
[fas]