Jumat, 07 Oktober 2011

Korupsi di NTT Telan Rp 1,3 T

RABU, 05 OCT 2011, | 105 
Kasus Korupsi Terbanyak di Rote Ndao
 
KUPANG, Timex--Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR) NTT, Selasa (4/10) kemarin, merilis data korupsi di NTT lima tahun terakhir. Tak tanggung-tanggung, nilai indikasi kerugiannya mencapai Rp 1.393.137.138.248.
Total kerugian ini bahkan melebihi APBD NTT Tahun 2011 yang hanya Rp 1,2 triliun.
Staf Divisi Anti Korupsi PIAR NTT, Paul SinlaEloE, kepada wartawan di gedung DPRD NTT, Selasa (4/10) kemarin, menyebutkan, data korupsi tersebut direkap dari lima tahun terakhir, yakni sejak 2006 hingga 2010. "Pemantauan korupsi yang dilakukan oleh PIAR NTT dalam lima tahun terakhir ini berbasiskan pada kasus korupsi yang diadvokasi oleh PIAR NTT dan jaringannya serta dari media massa baik lokal maupun nasional," sebut Paul. 

Dari data yang dibeberkan, angka kerugian tertinggi terdapat pada tahun 2006 yang mencapai Rp 406.694.358.657. Tahun 2007 sebesar Rp 215.464.750.567, tahun 2008 Rp 217.070.432.044, tahun 2009 Rp 256.337.335.434 dan tahun 2010 Rp 297.570.261.546. Sedangkan dilihat dari jumlah kasus, setiap tahun cenderung meningkat. Berdasar catatan PIAR, pada tahun 2006 terjadi 75 kasus, 2007 80 kasus, 2008 108 kasus, 2009 125 kasus dan tahun 2010 sebanyak 131 kasus. "Kasus-kasus ini terjadi baik di Pemerintah Provinsi NTT maupun di kabupaten/kota," tandas Paul.

Selain itu, disebutkan, berdasar jumlah kasus per kabupaten, Kabupaten Rote Ndao berada pada peringkat pertama dengan jumlah kasus terbanyak, yakni sebanyak 17 kasus (lihat grafis) dan yang paling sedikit adalah Kabupaten Sumba Barat, yakni hanya satu kasus. "Keseluruhan kasus yang dipantau oleh PIAR NTT khusus pada tahun 2010 tersebar di 16 kabupaten/kota dan di provinsi yaitu Kabupaten Belu, TTU, TTS, Kabupaten Kupang, Kota Kupang, Rote Ndao, Alor, Sikka, Manggarai, Ende, Ngada, Flores Timur dan Sumba Timur," sebut Paul.

Sementara itu, lanjut Paul, kasus korupsi yang dipantau oleh PIAR NTT ini dikelompokkan dalam 13 bidang yang berkaitan dengan pelayanan publik untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, yakni pemerintahan (52 kasus), pengembangan kecamatan/desa (16 kasus), kesehatan (13 kasus), pendidikan (7 kasus), perhubungan dan transportasi (7 kasus), air bersih ( 6 kasus), kehutanan dan perkebunan (6 kasus), perikanan dan kelautan (5 kasus), Pemilu/Pemilukada (4 kasus), perumahan dan pertanahan (3 kasus),perbankan (3 kasus), energi dan listrik (2 kasus), BUMN (1 kasus) dan lain-lain (6 kasus). "Dilihat dari sisi ini maka kasus terbanyak ternyata terjadi di pemerintahan, termasuk di dalamnya DPR," kata Paul.

Paul juga membeberkan, pada tahun 2010, kasus korupsi di NTT berdasarkan kelompok, yakni ada lima sektor, yakni sektor pengadaan barang dan jasa sebanyak 63 kasus (48 persen), sektor APBD sebanyak 38 kasus (29 persen), sektor Dana Bantuan 23 kasus (18 persen), sektor Pemilu/Pemilukada 4 kasus (3 persen) dan sektor Perbankan 3 kasus (2 persen). "Berdasarkan pemantauan kita bahwa pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kasus korupsi terbanyak terjadi pada sektor pengadaan barang dan jasa," tandasnya lagi.

Sedangkan jika dilihat dari segi pelaku korupsi, ternyata anggota DPRD menempati urutan pertama, yakni sebanyak 191 orang. Selain itu, pejabat Pemda 98 orang, swasta 73 orang, panitia tender 28 orang, Pimpro 28 orang, pelaksana program PPK/Dana Bantuan 24 orang, guru/pengurus sekolah 12 orang, pelaksana Pemilu/Pemilukada 12 orang, pejabat RSUD 11 orang, konsultan pengawas/pemeriksa proyek 11 orang, camat/lurah/kades sembilan orang, pejabat PDAM delapan orang, Bupati/Wali kota tujuh orang, pengurus Parpol lima orang, pejabat Perbankan empat orang, wakil Bupati/Wakil Wali Kota tiga orang, peneliti tiga orang, wartawan dua orang, pejabat BUMN dua orang. "Para pelaku bermasalah dari 125 kasus dugaan korupsi yang dipantau oleh PIAR, terbanyak 191 orang mempunyai jabatan sebagai anggota DPRD, baik di provinsi maupun kabupaten/kota," sebut Paul.

PIAR pun mengkaji berbagai modus operandi para koruptor, yakni melakukan mark up sebanyak 47 kasus (36 persen), penggelapan 23 kasus (17 persen), penyimpangan anggaran/APBD 26 kasus (20 persen), memperkaya diri sendiri/orang lain 11 kasus (8 persen), proyek tidak sesuai bestek 18 kasus (14 persen), dan mark down enam kasus (5 persen).

Menurut Paul, melihat trend kasus korupsi yang terus meningkat dikhawatirkan pada tahun 2011 ini akan kembali membengkak. Hal ini bisa saja terjadi jika kepala daerah, baik GUbernur maupun Bupati/Wali Kota tidak menjalankan Inpres Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang ditandatangani Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyno pada 12 Mei 2011 lalu. 

Disebutkan, dalam Inpres tersebut Presiden menginstruksikan kepada para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, para Gubernur dan para Bupati/Wali kota untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing dalam rangka percepatan
pencegahan dan pemberantasan korupsi tahun 2011, dengan merujuk pada Prioritas Pembangunan Nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011.

Selanjutnya, kata Paul, dalam Inpres itupun disebutkan semua Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota wajib berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ombudsman Republik Indonesia, Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban, serta Mahkamah Agung. 

"Bahkan dalam poin terakhir itu Presiden meminta agar semua pihak yang disebutkan itu dapat melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Nyatanya pada tahun 2011 ini masih terjadi korupsi di mana-mana, hampir di semua kabupaten," ungkap Paul. Karena itu, dia meminta para kepala daerah, baik GUbernur maupun Bupati/Wali Kota untuk menjalankan amanat Inpres ini demi memberangus korupsi di NTT. Pasalnya, indikasi kerugian akibat kasus-kasus korupsi ini mencapai Rp 1,3 triliun. Menurut Paul, harus ada upaya untuk mengembalikan kerugian negara ini serta ada upaya pencegahan dengan penegakan Inpres yang telah dikeluarkan sejak Mei 2011 lalu. "Yang kita lihat sekarang masih lemahnya kepala daerah menerapkan Inpres tersebut, akibatnya banyak terjadi penyimpangan di daerah," kata Paul. (sam/vit)


Penyebaran Kasus Korupsi Tahun 2010

No Daerah Jumlah Kasus
1. Rote Ndao 17
2. Provinsi NTT 15
3. Kabupaten Kupang 14
4. Kota Kupang 13
5. Flotim 13
6. TTS 11
7. Sikka 10
8. Manggarai 8
9. Ende 7
10. TTU 6
11. Belu 4
12. Ngada 4
13. Sumba Timur 3
14. Alor 2
15. Lembata 2
16. Manggarai Barat 1
17.
Sumba Barat 1

SUMBER: DATA PIAR NTT