Senin, 08 Agustus 2011

BAPAK, DAMPINGILAH AKU SELAMANYA..




Disebuah rumah sederhana yang asri tinggal sepasang suami istri yang sudah memasuki usia senja. Pasangan ini dikaruniai dua orang anak yang telah dewasa dan memiliki kehidupan sendiri yang mapan. Sang suami merupakan seorang pensiunan sedangkan istrinya seorang ibu rumah tangga.

Suami istri ini lebih memilih untuk tetap tinggal dirumah mereka menolak ketika putra-putri mereka menawarkan untuk ikut pindah bersama mereka. Jadilah mereka, sepasang suami istri yang hampir renta itu menghabiskan waktu mereka yang tersisa dirumah yang telah menjadi saksi berjuta peristiwa dalam keluarga itu. Suatu senja ba’da Isya disebuah mesjid tak jauh dari rumah mereka, sang istri tidak menemukan sandal yang tadi dikenakannya kemesjid tadi. Saat sibuk mencari, suaminya datang menghampiri

“Kenapa Bu?” Istrinya menoleh sambil menjawab “Sandal Ibu tidak ketemu Pa”. “Ya udah pakai ini saja” kata suaminya sambil menyodorkan sandal yang dipakainya. walau agak ragu sang istri tetap memakai sandal itu dengan berat hati. Menuruti perkataan suaminya adalah kebiasaannya. Jarang sekali ia membantah apa yang dikatakan oleh sang suami.

Mengerti kegundahan istrinya, sang suami mengeratkan genggaman pada tangan istrinya.

“Bagaimanapun usahaku untuk berterimakasih pada kaki istriku yang telah menopang hidupku selama puluhan tahun itu, takkan pernah setimpal terhadap apa yang telah dilakukannya. Kaki yang selalu berlari kecil membukakan pintu untuk-ku saat aku pulang, kaki yang telah mengantar anak-anakku ke sekolah tanpa kenal lelah, serta kaki yang menyusuri berbagai tempat mencari berbagai kebutuhanku dan anak-anakku”.

Sang istri memandang suaminya sambil tersenyum dengan tulus dan merekapun mengarahkan langkah menuju rumah tempat bahagia bersama….Karena usia yang telah lanjut dan penyakit diabetes yang dideritanya, sang istri mulai mangalami gangguan penglihatan. Saat ia kesulitan merapikan kukunya, sang suami dengan lembut mengambil gunting kuku dari tangan istrinya.

Jari-jari yang mulai keriput itu dalam genggamannya mulai dirapikan dan setelah selesai sang suami mencium jari-jari itu dengan lembut dan bergumam “Terimakasih”.

“Tidak, Ibu yang terimakasih sama Bapak, telah membantu memotong kuku Ibu” tukas sang istri tersipu malu. “Terimakasih untuk semua pekerjaan luar biasa yang belum tentu sanggup aku lakukan. Aku takjub betapa luar biasanya Ibu. Aku tau semua takkan terbalas sampai kapanpun” kata suaminya tulus.

Dua titik bening menggantung disudut mata sang istri “Bapak kok bicara begitu?

Ibu senang atas semuanya Pa, apa yang telah kita lalui bersama adalah luar biasa.

Ibu selalu bersyukur atas semua yang dilimpahkan pada keluarga kita, baik ataupun buruk. Semuanya dapat kita hadapi bersama. Hari Jum’at yang cerah setelah beberapa hari hujan. Siang itu sang suami bersiap hendak menunaikan ibadah Shalat Jum’at,

Setelah berpamitan pada sang istri, ia menoleh sekali lagi pada sang istri menatap tepat pada matanya sebelum akhirnya melangkah pergi. Tak ada tanda yang tak biasa di mata dan perasaan sang istri hingga saat beberapa orang mengetuk pintu membawa kabar yang tak pernah diduganya.

Ternyata siang itu sang suami tercinta telah menyelesaikan perjalanannya di dunia. Ia telah pulang menghadap sang penciptanya ketika sedang menjalankan ibadah Shalat Jum’at, tepatnya saat duduk membaca Tahyat terakhir. Masih dalam posisi duduk sempurna dengan telunjuk kearah Kiblat, ia menghadap Yang Maha Kuasa.

“Subhanallah sungguh akhir perjalanan yang indah” gumam para jama’ah setelah menyadari kalau dia telah tiada. Sang istri terbayang tatapan terakhir suaminya saat mau berangkat kemesjid.

Terselip tanya dalam hatinya, mungkinkah itu sebagai tanda perpisahan pengganti ucapan selamat tinggal. Ataukah suaminya khawatir meninggalkannya sendiri didunia ini. Ada gundah menggelayut dihati sang istri. Walau masih ada anak-anak yang akan mengurusnya, Tapi kehilangan suami yang telah didampinginya selama puluhan tahun cukup membuatnya terguncang. Namun ia tidak mengurangi sedikitpun keikhlasan dihatinya yang bisa menghambat perjalanan sang suami menghadap Sang Khalik.

Dalam do’a dia selalu memohon kekuatan agar dapat bertahan dan juga memohon agar suaminya ditempatkan pada tempat yang layak. Tak lama setelah kepergian suaminya, sang istri bermimpi bertemu dengan suaminya. Dengan wajah yang cerah sang suami menghampiri istrinya dan menyisir rambut sang istri dengan lembut. “Apa yang Bapak lakukan?’ tanya istrinya senang bercampur bingung.

“Ibu harus kelihatan cantik, kita akan melakukan perjalanan panjang. Bapak tidak bisa tanpa Ibu, bahkan setelah kehidupan didunia berakhir, Bapak selalu butuh Ibu. Saat disuruh memilih pendamping Bapak bingung, kemudian bilang pendampingnya tertinggal, Bapakpun mohon izin untuk menjemput Ibu.”

Istrinya menangis sebelum akhirnya berkata “Ibu ikhlas Bapak pergi, tapi Ibu juga tidak bisa bohong kalau Ibu takut sekali tinggal sendiri. Kalau ada kesempatan mendampingi Bapak sekali lagi dan untuk selamanya tentu saja tidak akan Ibu sia-siakan. Sang istri mengakhiri tangisannya dan menggantinya dengan senyuman. Senyuman indah dalam tidur panjang selamanya…..

BEGITU MULIANYA ENGKAU IBUUU........




Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, hanya tinggal ibunya yang sudah tua dan anak laki-lakinya sajayang saling menopang.

Ibunya bersusah payah membesarkan seorang anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, anaknya tersebut hanya diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih sayang menunggui anaknya sambil menjahitkan baju untuk sang anak.

Saat memasuki musim gugur, adalah waktu bagi anaknya untuk memasuki sekolah menengah atas. Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah. Di sekolah itu, setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa 30 kg beras untuk dibawa ke kantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibunya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut.

Berkatalah ia kepada ibunya: " Bu, saya mau berhenti sekolah saja dan membantu ibu bekerja disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata : "Niat kamu sungguh mulia nak, kamu memiliki niat seperti itu saja ibu sudah senang, tetapi kamu tetap harus sekolah. Jangan khawatirkan ibu ya nak. Cepatlah pergi daftarkan ke sekolah nanti berasnya biar ibu yang akan mengantarkannya kesana".

Karena anaknya tetap bersikeras tidak mau mendaftar ke sekolah, ibunya pun menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh ibunya. Dengan berat hati, akhirnya anaknya pergi juga kesekolah. Ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.

Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari pundaknya, pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya lalu mengambil segenggam beras tersebut dan menimbangnya. Tiba tiba dia berkata : " Hai wali murid, kami tidak menerima beras yang isinya campuran beras dan gabah. Jangan menganggap kantin saya ini tempat penampungan beras campuran". Begitu malu nya sang ibu ini, hingga tak henti hentinya berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tadi.

Awal bulan berikutnya ibu ini memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. seperti biasanya beras tersebut diteliti oleh pengawas. Dengan alis yang mengerut, ibu pengawas berkata: "Masih dengan beras yang sama". Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya".

Sang ibu sedikit takut dan berkata : "Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata : "Berapa luas sawah yang ibu kerjakan, sehingga berasnya bisa bermacam macam seperti ini". Mendengar sindiran pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.

Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali ke sekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai wali murid kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang sajaberasmu itu !"

Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis".

Mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dilihatnya ibu tua tadi duduk diatas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak.

Ibu renta tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku sehingga mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi."

Selama ini saya tidak pernah memberi tahu sanak saudara yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih untuk mengatakannya pada anakku, aku takut melukai harga dirinya.

Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat, aku pergi ke pasar, tempat orang berjualan beras, hanya untuk mengemis beras beras yang tercecer di trotoarnya. Dengan susah payah aku mendatangi toko demi toko hanya utnuk mencari ceceran itu. Sampai hari sudah gelap, akupun pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sehingga sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul memenuhi syarat untuk diserahkan kesekolah.

Pada saat ibu tua itu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu."

Sang ibu buru- buru menolak dan berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."

Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi Qing hua dengan nilai 627 point.

Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang.

Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras. Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan sebuah kisah tentang seorang ibu yang mengemis beras demi sekolah anaknya. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata kepada para hadirin seraya menunjuk pada ibu tadi : "Inilah sang ibu dalam cerita tadi."

Dan mempersilakan sang ibu yang luar biasa tersebut untuk naik keatas mimbar. Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat ke arah gurunya yang sedang menuntun ibunya berjalan keatas mimbar.

Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan ibu yang hangat dan lembut kepada anaknya membuat sang anak tak kuasa untuk menahan tangisnya, dipeluknya sosok tua dihadapannya itu dan merangkul erat ibunya sambil terisak seraya berkata: "Begitu mulianya engkau Ibu, sungguh aku tak bisa untuk membalasnya……
justi ie@ 5.0pt;vertical-align: baseline'>"papa sayang Jessi"
Seakan setiap kata dalam bacaan itu begitu menggores lubuk hatinya, tak kuasa menahan itu Budi bersujud dan menangis, tersedu dia memohon satu kesempatan lagi untuk mencintai.